Saturday, November 29, 2008

Mandatory, Dedication or Stupidity

Membingungkan memang jika bekerja disuatu perusahaan yang aturannya tidak begitu jelas, kita menjadi sulit membedakan apa itu kewajiban, dedikasi ataukah ini suatu kebodohan. Ada teman mengatakan ketika gw bekerja overtime apalagi pada saat weekend, apakah itu karena dedikasi ataukah kebodohan...? mendengar pernyataan dedikasi atau kebodohan membuat gw merenung, mungkin antara dedikasi dan kebodohan memang sangat tipis perbedaannya. Padahal bisa jadi bekerja overtime karena memang kita dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu tapi disisi lain bisa jadi suatu kebodohan karena mungkin kita gak bisa ngatur waktu alias membuat time management.


Time management, semua orang mungkin pernah mendengar dan barangkali sudah mengimplementasikan apa itu time management. Gw pun sudah mendapatkan training untuk itu, mulai dari bagaimana mengindentifikasi dan menghindari time stoler aka pencuri waktu sampai membuat priority dalam pekerjaan. Tapi melihat activity atau list things to do yang harus gw kerjakan, rasanya waktu 24 jam terasa menjadi kurang. Karena baru saja gw merasa duduk dibangku kerja tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 5 sore. Kemudian gw melanjutkan pekerjaan lagi dan tak terasa waktu sudah menunjukan jam 11 malam. Rasanya tak mungkin lagi gw melanjutkan pekerjaan karena tubuh gw butuh istirahat coz besok gw harus bangun pagi lagi dan siklus kerja pun terulang kembali.


Siklus kerja seperti ini memang kadang menjadi suatu hal yang biasa dalam dunia kerja yang gw geluti saat ini. Bahkan bisa membuat orang merubah ritme kehidupannya. Pulang malam menjadi suatu kebiasaan dan datang telat ke kantor menjadi hal yg biasa. Maklum tempat gw bekerja memang gak ada sistem absensi alias silahkan masuk jam berapa saja asal pekerjaan selesai.


Dari sinilah terkadang kehidupan seseorang sebagai makhluk sosial dalam lingkungan rumah menjadi hilang khususnya pada hari-hari kerja senin hingga jumat. Dan juga khususnya waktu untuk kluarga yg menjadi berkurang ataupun hilang sama sekali. Bagaimana tidak, setelah bangun pagi tak lama kemudian langsung bersiap berangkat kerja dan pulang kerja larut malam dimana orang hampir smua sudah tertidur dan mungkin yg ditemui hanyalah petugas siskamling dan atau pembantu dirumah yg setia menunggu majikannya.


Siklus kerja sperti ini hampir sering terjadi dihari kerja senin-jumat. Waktu untuk keluarga pun menjadi kurang sama sekali dihari-hari itu. Bagi sebagian teman-teman kerja yg sudah berkeluarga dan memiliki anak balita atau lebih terkadang menjadi sebuah kekhawatiran sendiri. Karena ada pengalaman seorang teman yg memiliki anak ia dipanggil Mba oleh anaknya. Teman gw ini pun terperanjat mendengar anaknya memanggilnya dengan sebutan Mba. Maka ia pun segera merubah ritme kerjanya. Sebisa mungkin ia pulang kerja cepat dalam artian tenggo atau tak terlalu larut malam lagi agar memiliki waktu dirumah bersama anaknya dan dapat bercengkrema dengan sang buah hati di rumah.


Dari kondisi diatas, sabtu minggu atau yang kita sebut weekend menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi sebagian orang, khususnya bagi yang sudah berkluarga dan mempunyai anak. Dan pun begitu bagi orang-oarng yg blum berkluarga khussnya buat yg sudah memiliki pasangan, weekend menjadi waktu yg sangat penting untuk lebih mengeratkan lagi hubungan yg sudah terjalin dengan pertemuan ataupun jalan-jalan. Pun berlaku untuk yg blum memiliki pasangan, kadang weekend di mamfaatkan untuk dapat menyalurkan hobi ataupun menghabiskan waktu bersama kluarga. Maklum setelah waktu menjadi langka di hari-hari kerja, maka inilah kesempatan yang tersedia.


Lalu bagaimana jika ternyata dihari yang special untuk kluarga yaitu hari weekend kita harus melakukan suatu pekerjaan? Apalagi pekerjaan itu sebenar sesuatu yang tidak wajib kita lakukan. Dan pekerjaan seperti itu sebenarnya dari pimpinan yang tinggi pun jika dilakukan di hari sabtu minggu tidak seharusnya dilakukan? Inilah yang menjadi pertanyaan dalam hati gw, apakah ini pekerjaan sebagai suatu mandatory, dedikasi atau kebodohan? Karena stelah kita mungkin merasa dirampas waktu kita di hari kerja, apakah kita rela dirampas jg waktu kita di hari weekend? Ada seorang teman yang katanya karena alasan waktu terasa langka baik untuk kluarga ataupun untuk ibadah akhirnya memutuskan untuk mengundurukan diri atau resign dari kantor tempat gw bekerja. Oleh karena itu kadang aturan-aturan yang memang tidak secara formal dituangkan dalam bentuk tertulis menjadi hal yg rancu.


Pastinya memang harus dibedakan antara pekerjaan yg menjadi kewajiban kita yg harus dipenuhi karena tuntutan deadline dengan pekerjaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan urusan deadline. Jika memang kita dituntut menyelesaikan pekerjaan karena deadline maka mau tak mau jika memang akhirnya kita harus bekerja di hari weekend maka kita pun tak bisa menghindarinya. Tapi jika pekerjaan itu sama sekali bukan karena deadline dan dalam skala prioritas adalah minor dan jg bukan kapasitas kita, haruskah kita mengorbankan waktu kita di hari sabtu dan minggu...? apalagi jika menjadi hal yang dilematis jika dsaat bersamaan kita memang mempunyai urusan keluarga yang sangat penting jg. Maka kita dihadapkan pada suatu pilihan yaiu kepentingan kluarga atau pekerjaan? Maka jika itu yang di alami, pekerjaan sperti ini menjadi dipertanyakan dalam hati gw, is it mandatory or for dedication or stupidity..? karena gw gak mo mengorbankan waktu gw untuk sesuatu yang menurut gw minor dalam pekerjaan gw or it’s not my expertise to do the task apalagi harus berbenturan dengan urusan kluarga.Mandatory, dedication, stupidity menjadi sesuatu yg tipis perbedaannya disini.

Semua adalah Guru

 Alam terbentang menjadi Guru, pepatah tua yang penuh makna ini tentu bukan sekedar kata-kata biasa. Kita belajar dan bisa mengambil pelajar...