Bulan November lalu tepatnya tgl 22-23 November saya punya agenda acara pergi ke Surabaya tepatnya TulungAgung(TA) untuk mensupervisi event dari Brand yang saya handle. Alhamdulillah saat berangkat, pesawat yang saya tumpangi tidak mengalami delay dan tiba di Surabaya sesuai dengan schedule. Setibanya dibandara Surabaya saya sudah ditunggu oleh teman radio yang menjadi partner kegiatan disana. Sebetulnya perjalanan ke TulungAgung ini bukan yang pertama kali bagi saya, ini merupakan perjalanan yang kedua kalinya. Waktu tempuh menuju ke TA lumayan agak memakan waktu, kurang lebih 3-5 Jam, tergantung kondisi diperjalanan.
Perjalanan ke TA yang pernah saya lalui beberapa waktu lalu adalah melalui mojoagung, jombang dan lewat kediri. Tapi kali ini teman saya mengajak saya lewat malang yang nanti juga akan melewati tol porong lumpur lapindo. Secara saya memang senang mencoba sesuatu yang baru dan mencari pengalaman baru, saya setuju dengan saran dan ajakannya, sekaligus saya ingin menghilangkan rasa penasaran saya untuk mengetahui secara langsung lokasi lumpur lapindo tersebut.
Stelah keluar bandara Juanda Surabaya, lalulintas terlihat lancar hingga saya keluar pintu tol porong. Tapi setelah tol porong, kemacetan menggila langsung menghadang di depan mata. Maka tak heran setelah keluar pintu tol porong tersebut, banyak sekali orang-orang (mungkin penduduk setempat) yang berusaha menawarkan jasa menunjukan jalan pintas.
Yup, kemacetan ini memang persis dilokasi tempat terjadinya luapan lumpur lapindo. Masih terlihat dengan jelas kepulan asap putih yang keluar dari luapan lumpur tersebut. Ketika asik memandangi tanggul yang tingginya mungkin lebih dari 5 meter dan juga asap putih yang mengepul, lagi-lagi orang-orang diluar menawarkan jasanya untuk menunjukan jalan pintas. Tapi yang saya tidak sukai adalah cara menawarkan jasanya yang sedikit agak memaksa dengan penegasan bahwa jalannya macet sekali bisa berjam-jam. Tanpa perlu diberitahupun saya tahu itu jalanan memang macet total dan jalannya sangat amat tersendat. Setelah saya bertanya memang kemacetan ini tidak semata-mata karena lumpur lapindo, tapi juga karena didepan sana terdapat persimpangan dan juga pasar. So, no wonder kalau kemacetannya seperti ini. Apalagi jalur ini merupakan jalur utama distribusi bahan pokok, dsbnya. Jadi banyak sekali kendaraan-kendaraan besar yang terlihat mengantri.
Pak supir yang mengemudikan kendaraan pun sempat terlihat bingung antara terus mengikuti antrian atau membayar jasa untuk lewat jalan potong. Teman saya juga terlihat bingung untuk mengambil keputusan. Dan kemudian akhirnya teman saya menoleh kepada saya untuk diminta pendapatnya, secara perjalanan ini sebenarnya memang dalam rangka mengantarkan saya ketempat acara.
Sempat terpikir oleh saya untuk membayar jasa tersebut, tapi saat itu saya tidak dalam kondisi mengejar waktu. Oleh karenanya saya pun tidak terlalu masalah jika harus ikut memasuki antrian bersama mobil-mobil besar tersebut. Saya pun bilang kepada teman saya, sebetulnya kita sedang dihadapkan dengan ujian yang namanya kesabaran. Yup, ini hanya masalah kesabaran, begitu ucap saya. Antrian mobil ini tentunya tidak akan selamanya berdiam tak bergerak, pasti akan bergerak juga. Pasti kita akan melewati ini semua asal kita mau bersabar saja mengikuti antrian ini. Mendengar pendapat saya, akhirnya sang pengemudi mengarahkan mobil dengan penuh kepastian untuk ikut masuk dalam antrian setelah sebelumnya masih dalam keragu-raguan.
Pastinya kemacetan ini akan cukup memakan waktu. Bagi orang-orang yang tidak sabar yang menjadikan kemacetan ini sebagai beban, mungkin akan keluar kata-kata sumpah serapah dari mulutnya. Tapi saya yang tidak menjadikannya beban tapi menjadikannya sebagai latihan ujian kesabaran merasa tidak terbebani. Bahkan saya menikmati sekali perjalanan tersebut sambil melihat kesisi dimana lumpur lapindo berada yang sekarang malah menjadi tempat wisata. Dan tak berapa lama, saya pun bisa melewati kemacetan tersebut dan saya pun sempat melihat jalan tembus yang ditawarkan oleh para penawar jasa tadi yang ternyata juga mengalami antrian kendaraan. Jika semua orang memilih jalan tembus, bukan tidak mungkin akhirnya mereka mengalami hal yang sama yaitu kemacetan.
Saya pun coba mengambil hikmah dari perjalanan tadi, jika kita dihadapkan dengan sesuatu yang menguji kesabaran kita, jangan terburu-buru tergoda dengan jalan pintas yang ditawarkan. Belum tentu kita terlepas dari ujian kesabaran yang kita hadapi tapi bisa jadi malah kita dihadapkan dengan ujian kesabaran yang lainnya. Karena semuanya memang butuh proses. Jika kita bisa menikmatinya, malah kita akan merasakan nikmatnya ujian kesabarannya itu. Kita akan semakin bijak menyikapi keadaan dengan mengerti kondisi yang sedang kita hadapi.
Salam,
-Acul-
Perjalanan ke TA yang pernah saya lalui beberapa waktu lalu adalah melalui mojoagung, jombang dan lewat kediri. Tapi kali ini teman saya mengajak saya lewat malang yang nanti juga akan melewati tol porong lumpur lapindo. Secara saya memang senang mencoba sesuatu yang baru dan mencari pengalaman baru, saya setuju dengan saran dan ajakannya, sekaligus saya ingin menghilangkan rasa penasaran saya untuk mengetahui secara langsung lokasi lumpur lapindo tersebut.
Stelah keluar bandara Juanda Surabaya, lalulintas terlihat lancar hingga saya keluar pintu tol porong. Tapi setelah tol porong, kemacetan menggila langsung menghadang di depan mata. Maka tak heran setelah keluar pintu tol porong tersebut, banyak sekali orang-orang (mungkin penduduk setempat) yang berusaha menawarkan jasa menunjukan jalan pintas.
Yup, kemacetan ini memang persis dilokasi tempat terjadinya luapan lumpur lapindo. Masih terlihat dengan jelas kepulan asap putih yang keluar dari luapan lumpur tersebut. Ketika asik memandangi tanggul yang tingginya mungkin lebih dari 5 meter dan juga asap putih yang mengepul, lagi-lagi orang-orang diluar menawarkan jasanya untuk menunjukan jalan pintas. Tapi yang saya tidak sukai adalah cara menawarkan jasanya yang sedikit agak memaksa dengan penegasan bahwa jalannya macet sekali bisa berjam-jam. Tanpa perlu diberitahupun saya tahu itu jalanan memang macet total dan jalannya sangat amat tersendat. Setelah saya bertanya memang kemacetan ini tidak semata-mata karena lumpur lapindo, tapi juga karena didepan sana terdapat persimpangan dan juga pasar. So, no wonder kalau kemacetannya seperti ini. Apalagi jalur ini merupakan jalur utama distribusi bahan pokok, dsbnya. Jadi banyak sekali kendaraan-kendaraan besar yang terlihat mengantri.
Pak supir yang mengemudikan kendaraan pun sempat terlihat bingung antara terus mengikuti antrian atau membayar jasa untuk lewat jalan potong. Teman saya juga terlihat bingung untuk mengambil keputusan. Dan kemudian akhirnya teman saya menoleh kepada saya untuk diminta pendapatnya, secara perjalanan ini sebenarnya memang dalam rangka mengantarkan saya ketempat acara.
Sempat terpikir oleh saya untuk membayar jasa tersebut, tapi saat itu saya tidak dalam kondisi mengejar waktu. Oleh karenanya saya pun tidak terlalu masalah jika harus ikut memasuki antrian bersama mobil-mobil besar tersebut. Saya pun bilang kepada teman saya, sebetulnya kita sedang dihadapkan dengan ujian yang namanya kesabaran. Yup, ini hanya masalah kesabaran, begitu ucap saya. Antrian mobil ini tentunya tidak akan selamanya berdiam tak bergerak, pasti akan bergerak juga. Pasti kita akan melewati ini semua asal kita mau bersabar saja mengikuti antrian ini. Mendengar pendapat saya, akhirnya sang pengemudi mengarahkan mobil dengan penuh kepastian untuk ikut masuk dalam antrian setelah sebelumnya masih dalam keragu-raguan.
Pastinya kemacetan ini akan cukup memakan waktu. Bagi orang-orang yang tidak sabar yang menjadikan kemacetan ini sebagai beban, mungkin akan keluar kata-kata sumpah serapah dari mulutnya. Tapi saya yang tidak menjadikannya beban tapi menjadikannya sebagai latihan ujian kesabaran merasa tidak terbebani. Bahkan saya menikmati sekali perjalanan tersebut sambil melihat kesisi dimana lumpur lapindo berada yang sekarang malah menjadi tempat wisata. Dan tak berapa lama, saya pun bisa melewati kemacetan tersebut dan saya pun sempat melihat jalan tembus yang ditawarkan oleh para penawar jasa tadi yang ternyata juga mengalami antrian kendaraan. Jika semua orang memilih jalan tembus, bukan tidak mungkin akhirnya mereka mengalami hal yang sama yaitu kemacetan.
Saya pun coba mengambil hikmah dari perjalanan tadi, jika kita dihadapkan dengan sesuatu yang menguji kesabaran kita, jangan terburu-buru tergoda dengan jalan pintas yang ditawarkan. Belum tentu kita terlepas dari ujian kesabaran yang kita hadapi tapi bisa jadi malah kita dihadapkan dengan ujian kesabaran yang lainnya. Karena semuanya memang butuh proses. Jika kita bisa menikmatinya, malah kita akan merasakan nikmatnya ujian kesabarannya itu. Kita akan semakin bijak menyikapi keadaan dengan mengerti kondisi yang sedang kita hadapi.
Salam,
-Acul-