Tapi kali ini teman saya mengkritisi sebuah sifat atau karakter atau mungkin perilaku kebiasaan atau bahkan ini sebuah budaya yg saya jg blum cukup mengetahui lebih jauh dari sebuah daerah tempat asal kelahirannya. Mungkin ini yg dinamakan refleksi diri bukan hanya untuk dirinya saja tp teman saya jg mungkin mengingatkan kepada saudara-saudaranya dari daerah yg sama tentang kondisi yg telah dan sedang terjadi. Oleh karenanya saya memuji tulisannya dan menawarkan untuk dimuat dalam blog saya ini dengan maksud membagi refleksi ini kepada rekan-rekan yg mungkin berasal dari daerah yg sama atau mungkin kasus ini jg terjadi dengan rekan-rekan dari daerah yg lainnya. Semoga semakin menambah pengetahuan kita smua.
Refleksi ini tidak ada sangkut pautnya dengan nama saya yg kedengarannya berasal dari daerah tempat teman saya atau mbah sura ini berasal. Karena sama sekali saya tidak ada darah atau keturunan dari daerah tersebut. Nama saya hanyalah sekedar nama tp tetap memiliki arti. Dan berikut ini refleksi dari teman saya yg bernama mbah sura dengan judul:
Lupakan dulu Cut Memey dengan Om Jackson, termasuk dengan segala cerita mistik bumbu perseteruan ini. Bosan juga terlalu sering mendengar dan melihat orang-orang beradu argumen untuk sebuah permasalahan yang sangat vulgar dan bernuansa purba. Cerita cinta Adjie Massaid dan Angelina Sondakh, walaupun beraura positif, tetap basi. Mungkin karena diekspose dengan frekuensi yang maha sering, ceritanya pun menjadi biasa saja sekelas gosip pembantu-pembantu yang lagi berkumpul-kumpul.
Ini adalah cerita tentang sebuah etnis yang suka sekali berkumpul, berkelompok dan berbicara. Kalau untuk bekerja, nanti dulu. Kalaupun ada, semangatnya sangat individu sekali. Kerja kolektif rasanya sulit diharapkan pada etnis ini. Padahal mereka banyak sekali punya pepatah tentang sebuah kerja kolektif, nan saciok lah, sadantiang lah, duduak sorang lah dan sebagainya. Oo, iya saya lupa mereka memang sangat ahli dalam bersilat lidah dan berkata. Banyak juga diantaranya yang telah naik level bukan lagi sekedar ahli dalam bertutur lisan, tapi sudah sangat mumpuni di area tutur tulisan.
Mungkin ini karena pengaruh tambo dan cerita leluhur, yang katanya keturunan langsung Alexander, The Great. Jadinya, mereka merasa superior di atas orang lain. Maunya selalu dijadikan pemimpin dan ketua. Kalau hanya jadi kecoro, mereka cenderung jadi malas, apatis bahkan skeptis. Enam belas tahun yang lalu, etnis ini berkumpul lagi, penuh pembicaraan-pembicaraan hebat dari para tokohnya dan akhirnya mereka memutuskan membentuk kelompok. Tidak tau karena ingin mencari muka Soeharto (yang lagi jaya-jayanya saat itu), atau karena memang konsep Pak Harto sangat pas. Mereka sepakat menamakan kelompoknya Gebu Minang dari kata gerakan seribu minang. Cukup indah awalnya, semua sangat optimis waktu itu. Muka mereka pun sumringah. Semua tersenyum lebar atau mungkin cenderung menganga. Batang tarandam untuk ke sekian kalinya akan dibangkitkan lagi.
Namun sayang, mereka memang semangat hanya sampai membentuk kelompok. Aksi nyata mereka tak lagi seindah saat-saat diskusi. Semua kembali sibuk ke aktifitas individu, karena ini jauh lebih penting dari sekedar kerja bakti buat GM. "Lagian kalau saya bekerja, saya dapat capenya orang lain dapat nama", ini sudah menjadi celoteh umum sebagian besar pengurusnya. Ini adalah sebuah kelaziman buat orang minangkabau, semua ingin menjadi ketua. Semua ingin bergelar hebat dan perkasa, karena konon kita semua adalah keturunan raja.
Hari terus berjalan. Peta berubah, etnis ini makin terpuruk. Bukan karena mereka mundur atau turun pamor. Sekali lagi bukan! Kali ini hanya karena suku lain makin banyak orang pintarnya. Orang berlari, dan kita tetap berjalan. Semua seperti tersentak dan pura-pura kaget. Mulailah diskusi saling menyalahkan. Seluruh teori dibahas. Mulai dari akibat PRRI yang menyebabkan orang minang tidak lagi PD (percaya diri-red) atau lebih ekstrim lagi ini adalah balas dendam ke orang minang karena hegemoni mereka terhadap suku lain di awal-awal kemerdekaan dulu. Lalu, beberapa orang yang masih peduli kampung kembali tersentak. Mulailah canang (talempong-red) dipukul, tabuah dibunyikan untuk memanggil segenap potensi ranah. Seluruh potensi yang layak dipanggil, diundang dan diajak berdiskusi. Kemudian seperti biasa, kembali kelompok dibentuk dengan segenap kecanggihan program-program kerja. Satu pertanyaan, apakah siklus ini hanya berhenti sampai pada kelompok yang dibentuk? Ataukah mungkin bisa bergerak ke arah kerja kolektif nan kompak demi kemajuan ranah. Semua kembali ke kita semua. Orang Minangkabau...
Mbah Sura,
A Man from Minangkabau
6 comments:
woy...jangan percaya...acul bukan orang awak
hehehehe
lohhh... mih..., kan mangkanya udah di jelasin kl aye bukan orang awak... jgn salah sangka dengan nama ayeee... :p
Nice site!
[url=http://mskzzyjg.com/rxpm/qcdm.html]My homepage[/url] | [url=http://ewxvxnnl.com/zghw/pogj.html]Cool site[/url]
Good design!
My homepage | Please visit
Good design!
http://mskzzyjg.com/rxpm/qcdm.html | http://dcirozzx.com/dwvf/rkfs.html
Keep up the good work Hot wheels hummer driveway+sensor Scranton liposuction Print digital photo Geneic meridia Sofa converts chaise and bed Thick ghetto black girls in thongs http://www.florida-facelift.info/Akupunktur-facelifting.html japaneese pee
Post a Comment