Mungkin beberapa teman-teman dari teman saya itu yg juga merupakan teman-teman saya jg telah diberitahukan olehnya bahwa tulisannya akan dimuat dalam blog saya ini. Hingga akhirnya, beberapa teman-teman yg mendapat kabar tersebut melakukan konfirmasi dan merasa penasaran dengan apa yg sebenarnya ditulis oleh teman saya tersebut. Dan akhirnya saya berpikir, knp tidak saya tampilkan saja tulisan teman saya tersebut. Tohh, ini hanya sebuah pemikiran yg saya tidak perlu menjustifikasi layak atw tidaknya. Karena ini hanya sebuah pemikiran dan mgkn jg sekaligus wacana. Kl ada yg bisa diambil mamfaatnya dari tulisan ini, silahkan saja. Jika tidak, janganlah mengeluarkan kata-kata yg tidak bermamfaat tp buatlah tulisan yg bermamfaat. Tulisan ini saya muat jg untuk menghilangkan rasa penasaran dari teman-teman yg sudah bertanya kepada saya. Dibawah ini tulisan dari seorang teman yg mengaku sebagai Mbah Sura. Selamat membaca....!!!
Waktu Yang Cepat Berlalu
Seperti hari-hari kemarin, rutinitas kembali dimulai. Semua begitu cepat berlalu. Hari, bulan dan tahun mengalir deras mengikut alur deret yang sangat terarur. Kata kawan yang sering memegang tasbih, katanya ini adalah tanda-tanda dunia sudah di akhir zaman. Seratus persen saya setuju. Peradaban manusia di bumi ini memang sudah mendekati akhir zaman. Sedangkan pendapat lain disampaikan kawan berkacamata dan sering mengerinyitkan dahi dengan bacaan anehnya. Katanya semua di jagad raya ini tak ada akhir. Mulailah dia berteori dengan istilah yang jarang didengar, entropi lah, big bang lah, atau tentang teori waktu yang katanya paralel. Bukan sebuah seri dalam persepsi kuno yang hampir seluruh umat manusia percayai selama ini. Katanya saya konservatif kalau masih menganggap waktu adalah sebuah deret serial. Katanya saya terlalu memakai kaca mata kuda dalam berlogika dan mengembangkan pengetahuan. Hanya tertawa yang bisa saya lakukan, karena mendebat juga tak terlalu berguna. Beda aliran!! Bersyukur dia hanya bilang saya terlalu Newtonian. Coba kalau dia bilang saya bebal, kuno dan ketinggalan zaman. Bisa-bisa saya tersinggung dan tak bertegur sapa sekian lama, sampai pada suatu saat dimana kita sudah lupa kalau pernah saling tersinggung.
Kembali soal deret waktu, rasanya memang baru kemaren saya lulus SMA. SMA? Ya, saya adalah generasi terakhir era SMA. Setelah itu namanya jadi SMU dan penjurusannya juga sudah berbeda. Denger-denger, sekarang namanya balik lagi ke SMA. Tapi, biarlah itu menjadi urusan pemerintah kita. Lagian apa artinya sebuah nama. Seperti kata kawan saya yang lain, yang penting isinya. Saya kembali ngelantur, harusnya membahas deret waktu yang semakin cepat. Teman-teman, tolong saya diiingatkan untuk tetap fokus dalam cerita deret waktu.
Mungkin di paragraf ini cerita tentang waktu bisa kita mulai. Kemaren saya bertemu teman lama. Seorang yang karena pekerjaan orang tuanya, harus berpindah-pindah sekolah. Kembali kita bercerita tentang serunya masa-masa bersama dulu. Saya kaget dia masih ingat saya. Saya yakin teman waktu sekolahnya pasti banyak. Lha, dia dari SD sampai SMA terima raport dari 7 sekolah. Sedangkan saya hanya 3 kali. Secara matematis dengan asumsi kemampuan bergaul kita sama, tentu temannya 3 kali lipat dibanding saya. Tapi kembali saya bersyukur, dia masih inget. Pasti saya punya sesuatu yang membuat dia tetap ingat. Maaf teman-teman, saya terlalu GR atau pede, tapi itulah kelebihan saya dibanding sesama cowo-cowo berwajah pas-pasan lainnya. Percaya diri saya di atas rata-rata mereka. Tapi gak apa lah, narsis dikit masih diizinkan kok di negeri ini. Yang udah gak boleh, ngerokok di tempat umum. Gubernur DKI sudah mengeluarkan edaran tentang itu. Maaf, saya ngelantur lagi. Kita kembali ke topik teman lama tadi. Teman-teman, temen lama saya ini perempuan dan cantik. Saya tanya, suami kamu mana? Saya bertanya langsung seperti itu, karena saya berasumsi dia juga sudah menikah seperti saya. Ternyata dia belum menikah, saya pun minta maaf atas pertanyaan sok tau tadi. Elegan dia menjawab, “Gak apa-apa, nyantai aja lagi!! Itu udah jadi resolusi gw di 2006 ini”. Teman saya ini punya resolusi tahun 2006, katanya mo nikah. Tapi gak harus jadi katanya, resolusi hanyalah pemicu biar tak ada guideline dalam urusan jodoh. Kembali saya (si sok tau ini)mengangguk-angguk. Tak berusaha mendebat apalagi ngeledek atau mematahkan omongannya.
Lalu kita pun bercerita membahas masa lalu, yang kata teman saya paralel itu. Semua kita bahas. Kaleidoskop singkat 10 tahun terakhir kehidupan kita berada di foodcourt sebuah mall. Pernah di beberapa tempat kita nyaris pernah bertemu. Mulai ketika zaman reformasi berdemo di gedung MPR di hari Pak Harto lengser. Saya bilang saya ada disitu, naek bis dari Bogor buat nyari makanan ama rokok gratis. Lalu ada pameran Technogermo, eh Technogerma di JCC dulu. Saya bilang, saya kesana hari kedua diajak pacar saya waktu itu. Alasan utama saya kesana adalah karena takut dibilang gak intelek ama pacar saya. Padahal males. cape desak-desakan. Mending ngobrol di kosan yang lagi sepi karena yang lain pada ke JCC. Atau kalo emang niat jalan-jalan juga, kan bisa ke tempat laen yang lebih romantis. Paling enggak, bisa ke Dufan atau kalo gak mau jauh-jauh, ada tuh kebun raya.
Momen ketiga kita nyaris ketemu, adalah ketika test departemen keuangan di Gelora Bung Karno Senayan. Dengan bangga, saya bilang saya lulus beberapa test. Walaupun akhirnya gak diterima juga. Kembali sisi sombong diri ini berkata, saya sudah masuk 1300 dari ratusan ribu yang ikutan test. Kali ini dia yang mengangguk-angguk mendengarkan cerita saya. Dia hanya bilang, “loe belum milik aja”. Sayang sudah malam, saya dan dia harus pulang. Sebelum pulang, kita pun bertukar kartu nama. Saya baca kartu namanya, Ind.. Ra…., SE, MPA. Kasub ….. Kantor Pelayanan Pajak Bekasi, Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan RI....
Mbah Sura,
Sedang Mencoba Ngelantur